Definisi PPJB, PJB dan AJB
PPJB ( Perjanjian Pengikatan Jual Beli )
PPJB merupakan ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah yang bersifat di bawah tangan atau akta nonotentik. Akta non otentik berarti akta yang dibuat hanya oleh para pihak atau calon penjual dan pembeli, tetapi tidak melibatkan notarsi/PPAT. Karena sifatnya non otentik, hal itu menyebabkan PPJB tidak mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya, dan tentu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari penjual ke pembeli.
Secara umum isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab tertentu seperti pembayaran harga belum lunas.
Di dalam PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu. Misalnya, tanahnya masih dalam jaminan bank atau masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan. Maka, dalam sebuah transaksi jual beli tanah, calon penjual dan pembeli tidak diwajibkan membuat PPJB. Akan tetapi bila ingin melakukan PPJB, ada baiknya mengikuti PPJB yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu kekuatan hukum sekaligus jaminan hukum pada saat membeli rumah. Secara garis besar, PPJB berisikan 10 faktor penting, yaitu :
PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk menjual property miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena alasan tertentu seperti belum lunasnya pembayaran harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual beli.
PJB ada dua macam yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas.
AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pembuatan AJB sudah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 08 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga PPAT tinggal mengikuti format-format baku yang sudah disediakan.
Pentingnya AJB tersebut dibuat adalah untuk pencatatan balik nama sertifikat dari penjual kepada pembeli yang baru. Dalam proses pembuatannya maka kedua pihak baik itu penjual atapun pembeli berkewajiban untuk membayar pajak transaksi.
Pembuatan AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli sudah dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Pihak penjual wajib membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5%, dan kemudian pembeli wajib membayarkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan/ BPHTB sebesar 5 %.
Jika pembuatan AJB sudah selesai, selanjutnya Notaris/PPAT akan melakukan mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat atau yang lazim dikenal dengan istilah balik nama. Dengan selesainya balik nama sertifikat maka hak yang melekat pada tanah dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli. Telah sah menjadi milik pembeli.
PPJB merupakan ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah yang bersifat di bawah tangan atau akta nonotentik. Akta non otentik berarti akta yang dibuat hanya oleh para pihak atau calon penjual dan pembeli, tetapi tidak melibatkan notarsi/PPAT. Karena sifatnya non otentik, hal itu menyebabkan PPJB tidak mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya, dan tentu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari penjual ke pembeli.
Secara umum isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab tertentu seperti pembayaran harga belum lunas.
Di dalam PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu. Misalnya, tanahnya masih dalam jaminan bank atau masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan. Maka, dalam sebuah transaksi jual beli tanah, calon penjual dan pembeli tidak diwajibkan membuat PPJB. Akan tetapi bila ingin melakukan PPJB, ada baiknya mengikuti PPJB yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu kekuatan hukum sekaligus jaminan hukum pada saat membeli rumah. Secara garis besar, PPJB berisikan 10 faktor penting, yaitu :
- Pihak yang melakukan kesepakatan
- Kewajiban bagi penjual.
- Uraian obyek pengikatan jual – beli
- Jaminan penjual
- Waktu serah terima bangunan
- Pemeliharaan bangunan
- Penggunaan bangunan
- Pengalihan hak
- Pembatalan pengikatan
- Penyelesaian Perselisihan
PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk menjual property miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena alasan tertentu seperti belum lunasnya pembayaran harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual beli.
PJB ada dua macam yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas.
AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pembuatan AJB sudah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 08 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga PPAT tinggal mengikuti format-format baku yang sudah disediakan.
Pentingnya AJB tersebut dibuat adalah untuk pencatatan balik nama sertifikat dari penjual kepada pembeli yang baru. Dalam proses pembuatannya maka kedua pihak baik itu penjual atapun pembeli berkewajiban untuk membayar pajak transaksi.
Pembuatan AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli sudah dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Pihak penjual wajib membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5%, dan kemudian pembeli wajib membayarkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan/ BPHTB sebesar 5 %.
Jika pembuatan AJB sudah selesai, selanjutnya Notaris/PPAT akan melakukan mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat atau yang lazim dikenal dengan istilah balik nama. Dengan selesainya balik nama sertifikat maka hak yang melekat pada tanah dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli. Telah sah menjadi milik pembeli.
Komentar (0)
Post a Comment